Biofarmasetika berasal dari kata Bio yang dari kata biologi berarti in vivo ( dalam tubuh makhluk hidup ) dan Farmasetika berari pembuatan obat. Jadi biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari serta mengetahui perjalanan farmakokinetika obat-obatan yang dibuat oleh pabrik farmasi di dalam tubuh hewan/manusia dimanana absorbs dan aktivitas teraupetik obat terjadi di dalam tubuh.
Tujuan mempelajari ilmu biofarmasetika adalah terciptanya produk-produk obat yang memenuhi parameter kualitas antara lain efektif, aman dan berkualitas tinggi dalam pengobatan.
PENDAHULUANAkhir-akhir ini penelitian berkembang untuk mengetahui perbedaan efek teraupetik yang ditimbulkan terhadap suatu organ tubuh ketika zat aktif berada dalam bentuk tunggal (sendiri) maupun ketika telah menjadi bentuk sediaaan (dosage form)
Riset-riset tentang kuantitatif tentang nasib obat dalam tubuh :
Riset-riset tentang kuantitatif tentang nasib obat dalam tubuh :
- Teorell, 1973 mengemukakan teori kompartemen
- Dost, Krueger-Thiemer mengemukakan konsep farmakokinetik
- Oser, 1945 meneliti tentang absorbsi obat secara kuntitatif sehingga mengemukakan konsep availabilitas biologis pada produk obat, yaitu keterhubungan antara jumlah obat yang diabsorbsi dengan dosisnya.
- Gerhard, 1960 mengemukakan konsep Biopharmaceutics, dalam pengembangannya istilah avaibilitas obat lebih dikenal dengan Bioavailability yang lebih menekankan pada kecepatan dan tingkatan /jumlah relative zat aktif yang masuk ked ala darah
1. Formulasi Obat itu sendiri
a. Formula
b. Metode pembuatan
c. Factor technology
d. Penyalut
2. Pembungkus langsung unit obat
3. Lingkungan
Antara ketiga factor tersebut dapat terjadi interaksi baik secara khemis maupun fisis. Interaksi dapat terjadi dengan cepat atau perlahan-lahan ketika dalam penyimpanan. Kemungkinan interaksi yang terjadi adalah interaksi khemis antara zat aktif dengan pengikat, penyalut atau pembungkus dan interaksi khemis maupun fisis dengan lingkungan.
Interaksi khemis dan fisis ini disebut juga inkompatibilitas dalam formasi obat dalam mengakibatkan berbagai hal, misalnya:
• Kelunakan/kekerasan tablet berubah• Waktu hancur tablet berubah
• Kecepatan disolusi berubah
• Absorbs obat terganggu
Pada akhirnya perubahan-perubahan fisika dan kimia yang terjadi pada suatu sediaan obat akan mempengaruhi kecepatan dan tingkat relative obat yang masuk dalam sirkulasi umum. Dengan kata lain akan mempengaruhi biovailabilitas obat yang juga akan mempengaruhi efektivitas obat.
Biofarmasetika memiliki arti penting karena kan membahas perlunya stabilitas farmasi-kimia dari suatu produk obat untuk mencapai suatu bioavabikitas yang baik. Dalam JPS, ( Journal of Pharmaceutical Sciences 1961 ) Wanger J, G mengemukakan bahwa biofarmasetika adalah studi tentang relasi sifat keadaan dan intensitas efek biologis yang ditimbulkannya, diteliti pada hewan dan manusia dengan factor-faktor berikut:
• Sifat atau keadaan bentuk bahan aktif (ester, garam, kompleks, derivate, polimorfi, dsb)• Keadaan fisika zat aktif dalam produk obat, ukuran partikel, luas permukaan
• Keberadaan atau ketidakberadaan bahan tambahan bersama bahan aktif
• Tipe sediaan obat dimana zat aktif ditempatkan
• Proses farmasetika yang digunakan dalam pembuatan sediaan obat
Obat dalam aktifitas faramakologis dan respon klinik dapat memiliki 3 pengertian, yaitu:
- Zat/prinsip aktif
- Zat/bahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan fisiologis tubuh menuju keadaan fungsional normal
- Racun potensial
Suatu zat dapat bersifat sebagai obat atau justru menimbulkan racun pada umumnya dapat ditentukan oleh: konsentrasi zat tersebut dan lama kontak zat dengan tempat aksi. Adakalanya penggunaan obat akan menimbulkan suatu resiko :
- Adverse Drug Reaction ( ADR ), yaitu reaksi/respon badan terhadap obat yang berlawanan dengan tujuan pemakaian.
- Abuse of Drug, yaitu penyalahguanaan obat yang berakibat ketagihan (addiction). Hal ini umumnya terjadi pada obat-obat golongan psikotropika.
ADR dapat didefinisikan sebagai setiap respon tubuh terhadap suatu obat yang sifatnya berbahaya dan tidak dimaksudkan/dikehendaki, dan terjadi pada dosis-dosis yang dipakai untuk prophylaxis, diagnosis atau dosis terapi, reaksi yang menggagalkan pencapaian keberhasilan pengobatan/klinik.
ADR mencakup beberapa reaksi tubuh terhadap obat antara lain:1. Side effect (effek samping obat)
Yaitu reaksi-reaksi yang tidak dimaksudkan dan tidak diinginkan dalam terapi yang ditimbulkan oleh suatu zat aktif yang efek farmakologinya telah diketahui. Contoh: CTM sebagai antihistamin memiliki side effects sebagai sedative.
2. Reaksi toksik
Yaitu reaksi-reaksi yang tidak diinginkan yang merusak sel, jaringan, atau organ akan tetapi tidak berhubungan dengan efek farmakologis. Contoh: kemungkinan kerusakan renal karena pemakaian Gentamycin dan Kanamycin.
3. Adverse druginteraction
Yaitu reaksi-reaksi yang terjadi karena antagonisme atau potensiasi. Atau dapat pula dikatakan sebagai aksi-aksi farmakologis yang terjadi apabila 2 atau lebih zat aktif diberikan secara bersamaan. Contoh : ngantuk disebabkan analgesic narkotik dan hipotik.
4. Reaksi hipersensitivitas/reaksi alergis
Yaitu reaksi-reaksi yang timbul karena respon imunologis terhadap obat. Contoh reaksi alergi karena pemberian antibiotic tertentu, seperti ampicillin.
Ayo klik DOWNLOAD artikel untuk lebih lengkapnya.....
nice info gan, di tunggu kelanjutannya...
ReplyDelete