Jika blog ini bermanfaat bagi anda, bantu klik iklan di blog ini agar bermanfaat bagi saya...

Jangan lupa baca ni...

25 January 2010

Penyakit kusta

BAB I
PENDAHULUAN

Kusta merupakan penyakit tertua yang sampai sekarang masih ada. Kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi.Kusta merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita kusta tidak hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, penulis akan membahas penyakit kusta lebih mendalam dalam makalah ini.
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Jumlah kusta diseluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun 85 % di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar pada tahun 1997 kurang lebih 890.000 penderita.Walaupun penyakit ini masih problem kesehatan masyarakat di 55 negara atau wilayah, 91 % dari jumalah kasus berada di 16 negara, dan 82 %nya di lima negara yaitu Brazil, India, Indonesia, Myanmar, dan Nigeria. Di indonesia, jumlah kasus kusta yang tercatat pada akhir Maret 1997 adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, yang tertinggi antara lain di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000 penduduk adalah 1,57.



BAB II
PEMBAHASAN

Mycobacterium Leprae
Mycobacterium Leprae merupakan bakteri tahan asam penyebab penyakit kusta atau sering juga disebut dengan lepra. Armauer Hansen (1837) adalah orang pertama yang menemukan kuman penyebab kusta.
Sifat Mycobacterium lepra adalah berbentuk batang dengan panjang 1 – 8 µ dan lebar 0,2 – 0,5 µ, bakteri tahan asam tahan alkohol, baketri gram positif, tidak berspora, tidak bergerak, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu–satu, Hidup di dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin, dan Tidak dapat di kultur dalam media buatan. Bagian tubuh yang dingin merupakan tempat predileksi seperti saluran nafas, testis, ruang anterior mata, kulit terutama cuping telingan dan jari– jari. Masa tunas penyakit kusta rata–rata 2 – 5 tahun, ini disebabkan oleh karena masa pembelahan kuman kusta membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman–kuman lainnya yang memiliki masa tunas kurang lebih 12 – 21 hari. Mycobacterium lepra dapat hidup di luar tubuh selama 2 – 4 hari.

Bentuk bentuk kusta yang dapat kita lihat dibawah mikroskop adalah bentuk utuh, bentuk pecah–pecah (fragmented ), bentuk granular (granulated), bentuk globus dan bentuk clumps. Bentuk utuh, dimana dinding selnya masih utuh, mengambil zat warna merata, dan panjangnya biasanya empat kali lebarnya. Bentuk pecah – pecah, dimana dinding selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan pengambilan zat warna tidak merata. Bentuk granular, dimana kelihatan seperti titik–titik tersusun seperti garis lurus atau berkelompok. Bentuk globus, dimana beberapa bentuk utuh atau fragmented atau granulated mengandung ikatan atau berkelompok–kelompok. Kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 40 – 60 BTA sedangkan kelompok besar adalah kelompok yang terdiri dari 200 – 300 BTA. Bentuk clumps, dimana beberapa bentuk granular membentuk pulau–pulau tersendiri dan biasanya lebih dari 500 BTA.

Leprosy atau Kusta
a. Epidemiologi
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua adalah secara inhalasi, Micobacterium leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia, diperkirakan dibawa oleh orang–orang Cina. Distribusi penyakit ini tiap–tiap negara maupun dalam negara sendiri ternyata berbeda–beda. Demikian pula penyakit kusta menurun atau menghilang pada suatu negara sampai saat ini belum jelas.
Kusta terdapat dimana–mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Makin rendah sosial ekonomi makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan. Ada variasi reaksi terhadap infeksi M.leprae yang mengakibatkan variasi gambaran klinis di berbagai suku bangsa. Hal ini diduga akibat faktor genetik yang berbeda.
Faktor–faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya reservoir di luar manusia. Penyakit kusta masa kini lain denga kusta tempo dulu, tetapi meskipun demikian masih banyak hal–hal yang belum jelas diketahui, sehingga masih merupakan tantangan yang luas bagi para ilmuan untuk pemecahannya.
Kusta bukan penyakit turunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak–anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di indonesia penderita anak–anak di bawah umur 14 tahun didapatkan kurang lebih 13 %, tetapi anak dibawah umur satu tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita dibawah umur satu tahun penting dicari kemungkinan ada tidaknya kusta kongenital. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25 – 35tahun.

b. Patogenesis Leprosy
Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2.
APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum-sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat – tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ-organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu–satunya yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2 – TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.


DAFTAR PUSTAKA

- Djuanda, Adhi dkk.. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. FK Universitas Indonesia, Jakarta.
- Syahrurachman, Agus dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara, Jakarta

Ayo klik DOWNLOAD agar makalahnya full sampai kesimpulan,...

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentar wahai pengunjung yang budiman.....
Dengan berkomentar, Admin bisa mengerti apa yang anda sarankan dan apa yang kurang dari blog ini. Thanks